Cyberthreat.id - Juru bicara Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Anton Setiyawan mengatakan prinsip-prinsip dasar yang menjadi pegangan dalam setiap aspek pemilu tradisional harus dijamin ketersediaannya saat Indonesia menerapkan pemilu berbasis elektronik seperti e-voting, e-rekap, hingga infrastruktur cyber yang dimiliki oleh penyelenggara pemilu.
"Ketika kita ingin pemilu bermigrasi dari prinsip tradisional ke teknologi, maka kita harus menjamin prinsip tradisional tidak hilang atau terjaga. Karena semuanya bisa diterjemahkan ke teknologi," kata Anton dalam Webinar yang digelar Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) AS-Eropa, Sabtu (25 April 2020).
Anton mencontohkan prinsip tradisional yang harus terjaga adalah setiap pemilih hanya memiliki satu suara dan melakukan satu pilihan. Dengan demikian, prinsip teknologi juga harus menjamin tersedianya keadilan dan equality (persamaan) sehingga kepentingan masyarakat hingga peserta pemilu terakomodasi.
"Misalnya kalau memilih hanya sekali ya sekali saja. Jangan ada upaya lain sehingga kita pikirkan semua aspek keadilan dan equality bagi kandidat maupun masyarakat terakomodasi," ujarnya.
Dalam paparannya Anton menjelaskan tentang tiga jenis perjalanan pemilu di dunia yang dimulai dari optical scanning, dimana pemilih menandakan pilihannya, kemudian hasilnya dibaca oleh optical scanner.
Berikutnya pemilu direct recording dimana pemilih memasukkan suara melalui alat/mesin suara. Dan ketiga adalah pemilu di era internet yang jauh lebih fleksibel, transparan, dan singkat hingga terjadi trust (kepercayaan) yang menjadi dasar pemilu.
"Sekarang soal kebutuhan teknis pemilu seperti bagaimana orang ke TPS valid? Nah, dalam teknologi kita bisa pakai teknik persandian dengan sertifikat elektronik, tetapi kita tidak sekedar berteknologi, harus ada audit terpercaya terhadap sistem kita, lalu ada audit tahapan dan sebagainya," ujar Anton yang juga merupakan Direktorat Proteksi Ekonomi Digital BSSN.
Tantangan Elektronik
Sejauh ini BSSN telah merumuskan tantangan keamanan setiap bergulirnya pemilu nasional. Melalui sebuah bagan, Anton memaparkan beberapa tantangan keamanan yang dihadapi yakni serangan Denial of Service (Ping of death atau packet flooding); akses ilegal (seperti manipulasi, ransomware, destruction); social attack (phishing dan scam); otentifikasi dan verifikasi; enkripsi, hingga capacity/service.
"Sekarang saja sudah banyak contohnya kita lihat seperti phising, pencurian data, ilegal akses, fraud dan sebagainya. Nah, semua itu akan terjadi di pemilu," ujarnya.
Database Pemilih
Salah satu tantangan mendasar dalam pemilu berbasis elektronik adalah budaya masyarakat dalam menerima teknologi dan perubahan. Anton menilai generasi muda akan menjadi kunci bergulirnya sistem pemilu elektronik.
"Generasi muda harus punya peran untuk pemilu elektronik ini sehingga meningkatkan pengetahuan dan budaya masyarakat sangat penting diperkuat sebelum masuk kita ke teknologi."
Dari segi infrastruktur, Anton melihat Indonesia terus berusaha membangun dan mempersiapkan seperti proyek Palapa Ring dan infrastruktur pendukungnya. Tak lupa, ia menyoroti aspek regulasi sebagai landasan harus kuat hingga database pemilih yang menjadi alasan pemilu diadakan.
"Database kita harus rapi sebelum menuju e-voting. Kalau enggak beres ya bagaimana mau pilih kalau database enggak valid."
Infrastruktur Cyber
Anggota KPU Viryan mengatakan KPU telah menerapkan sistem elektronik dan perangkat IT dalam setiap tahapan pemilu serentak di tahun 2019. Artinya, elektronik dan IT bukan sesuatu yang baru bagi KPU.
Viryan memaparkan bukti-bukti infrastruktur cyber pemilu mulai dari pemutakhiran data pemilih (Sidalih); verifikasi parpol (Sipol); kandidasi (Silon); Pendapilan (Sidapil); proses rekapitulasi hasil pemilu (Situng); hingga pengadaan barang dan jasa melalui sistem dan LPSE.
"Jadi di e-rekap nanti, hasil pemilu di TPS difoto lalu dikirim gunakan teknologi OCR dan OMA. Hasil terbaik dan lebih tinggi tingkat presisinya digabung lalu dikirim ke server KPU. Jadi enggak ada lagi rapat-rapat di kecamatan. Setelah hasil image langsung terverifikasi, setelah itu kita bawa ke rapat pleno," kata Viryan menceritakan rencana proses e-rekap di Pilkada 2020.
Pemerhati pemilu Wildanshah mengatakan penetrasi teknologi di Indonesia semakin cepat, terlebih dengan adanya pandemi Covid-19. Teknologi, kata dia, sudah menjadi hal yang biasa dan bukan barang mahal lagi. Ia sepakat anak-anak muda akan menjadi kunci dalam penerapan pemilu berbasis elektronik seperti e-voting atau e-rekap.
"E-voting atau e-rekap harus menambah kredibilitas pemilu, tapi aspek lainnya adalah tidak ada lagi petugas pemilu yang meninggal jumlahnya sampai 500 orang karena kelelahan. Kan ada sistem elektronik yang bekerja," ujar dia.
"teknologi" - Google Berita
April 25, 2020 at 06:59PM
https://ift.tt/2VWMj86
Penetrasi Teknologi Makin Cepat, Era Pemilu Elektronik Mendekat - CyberNews
"teknologi" - Google Berita
https://ift.tt/2oXVZCr
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Penetrasi Teknologi Makin Cepat, Era Pemilu Elektronik Mendekat - CyberNews"
Post a Comment