Search

Belajar dari Teknologi Drone Pencabut Nyawa ala Trump ke Iran - CNN Indonesia

Jakarta, CNN Indonesia -- Amerika Serikat membuka 2020 dengan sebuah aksi yang mengejutkan dunia. Pada Jumat pagi, 3 Januari 2020, militer AS menggunakan drone kombatan MQ-9 Reaper melancarkan serangan ke Bandara Sulaimaniyyah di Irak.

Sasarannya, rombongan Jenderal Militer Iran Qasem Soleimani.

Drone MQ-9 Reaper berhasil menuntaskan tugasnya menghabisi sang Jenderal. Jasad sang jenderal yang sudah berulang kali lolos dari upaya pembunuhan itu ditemukan hancur berkeping-keping.

Sebuah gambar mengerikan yang beredar di media Iran menunjukkan cincin pada potongan tangan diduga milik Qasem Soleimani yang bersimbah berdarah, dan memiliki kemiripan yang kuat dengan cincin merah delima yang dikenakan olehnya pada foto lain.

Menurut laporan Arab News, drone itu berangkat dari markas AS yang berlokasi di Qatar, yaitu pangkalan udara dan militer Al Udeid. Misil yang dipakai adalah Hellfire R9X Ninja. Drone Reaper itu memiliki jangkauan 1.850 km dan bisa terbang di ketinggian 15 ribu meter.

Drone ini buatan General Atomics Aeronautical Systems (GA-ASI) yang berbasis di AS, negara dipimpin Presiden Donald Trump tersebut. Perusahaan ini mencatatkan sahamnya di pasar modal Wall Street New York.


Mengutip CNNIndonesia.com (8/1), drone kombatan MQ-9 Reaper ini difungsikan militer AS untuk intelijen, pengawasan, dan pengintaian. MQ-9 memiliki spesialisasi untuk melakukan misi kombatan termasuk serangan ke target.

GA-ASI telah mengembangkan drone MQ-9 sejak 2001 tersebut yang memang ditujukan sebagai alat kombatan dengan memiliki ketahanan yang tinggi dan mampu terbang di ketinggian yang maksimal.

Kata 'Reaper' sendiri dapat diartikan sebagai pencabut nyawa. MQ-9 mampu mengangkut beban hingga 1,701 kilogram (3,750) pon) . MQ-9 dapat membawa enam senjata, sebuah MQ-9 saat membawa 1000 kilogram senjata dengan 1000 kilogram bahan bakar mampu terbang hingga 42 jam.

MQ-9 biasa disenjatai oleh rudal AGM-114 Hellfire hingga bom GBU-12 Paveway II. Nama terakhir membutuhkan panduan laser untuk menuju target.

MQ-9 tak hanya digunakan oleh Amerika Serikat, tapi juga digunakan oleh beberapa negara di seluruh dunia. MQ-9 digunakan oleh Australia, Jerman, Prancis, India, Italia, Belanda, Spanyol, Belgia, hingga Britania Raya.


Sepak terjang dari Drone Pencabut nyawa ini seperti menegaskan perang di masa sekarang dan akan datang kian didominasi oleh kekuatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dengan konsep seperti Network Centric Warfare (NCW) dan kemampuan peperangan siber (Cyber Warfare) pada platform persenjataan.

Perpaduan antara teknologi dan konsep operasi perang yang inovatif inilah sesungguhnya merupakan pengertian paling mendasar dari apa yang kemudian disebut sebagai Revolution in Military Affairs (RMA), yang bertumpu pada kecanggihan teknologi.

Belajar dari Aksi Drone 'Pencabut Nyawa' ala Trump ke IranDuka di Iran saat acara penyambutan jenazah Qasem Soleimani.(Morteza Jaberian/Mehr News Agency via AP)

Ini seperti menegaskan, sebuah negara memiliki banyak aset persenjataan fisik, seperti pesawat tempur ataupun peluru kendali tidak dengan sendirinya menjamin memiliki kekuatan daya tangkal, tanpa diimbangi kemampuan mengeksploitasi konsep-konsep perang yang inovatif dan kreatif.

Apalagi, Next Generation Threat diprediksi akan banyak berasal dari Chemical, Biological, Radiological (CBR), drone, cyber, dan maritim.

Tentunya ini menjadikan penguasaan teknologi seperti kecerdasan buatan, machine learning, Autonomous System, dan robotik menjadi sebuah keharusan.

[Gambas:Video CNN]

Elang Hitam

Lantas bagaimana dengan Indonesia? Sebuah kabar gembira tersiar jelang tutup 2019.

Konsorsium yang terdiri dari Kementerian Pertahanan RI yaitu Ditjen Pothan dan Balitbang, BPPT, TNI AU (Dislitbangau), Institut Teknologi Bandung/ITB (FTMD), BUMN melalui PT Dirgantara Indonesia (DI) serta PT Len Industri, dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) memperkenalkan Pesawat Udara Nirawak alias drone, tipe Medium Altitude Long Endurance (MALE) yang biasa disebut Puna Male.

Wahana yang diyakini mampu terbang tanpa henti selama 24 jam ini memiliki pengendalian multiple UAV secara bersamaan.

BPPT mengatakan bahwa Puna Male merupakan inovasi karya anak bangsa karena hasil rancang bangun, rekayasa, dan produksi dilakukan sendiri. Proses perancangan dimulai dengan kegiatan preliminary design, basic design dengan pembuatan dua kali model terowongan angin dan hasil ujinya pada 2016 dan 2018.

Menteri Riset Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang P.S. Brodjonegoro menamai Puna Male ini dengan nama Elang Hitam (Black Hawk).
.
Pada 2019 lalu telah dilakukan pula pengadaan Flight Control System (FCS) yang diproduksi di Spanyol.Rencananya FCS ini akan diintegrasikan di awal 2020, pada prototipe Puna Male pertama (PM1) yang telah dibuat oleh para insinyur BPPT dan PT Dirgantara Indonesia.

Sebanyak dua unit prototipe pun akan dibuat pada 2020 yang direncanakan untuk diterbangkan dan uji kekuatan struktur di BPPT.


Sementara untuk proses sertifikasi produk militer, dimulai tahun ini dan diharapkan sudah mendapatkan sertifikat tipe dari Pusat Kelaikan Kementerian Pertahanan RI (IMAA) pada akhir 2021.

Pengintegrasian sistem senjata pada prototype Puna Male ini juga akan dilakukan mulai 2020 dan diharapkan pula mendapatkan sertifikasi tipe produk militer pada tahun 2023.

Tipe ini rencananya akan dipersenjatai rudal dan mampu terbang selama 24 jam nonstop dengan ketinggian jelajah hingga 23.000 ft.

Untuk merealisasikannya, pemerintah pun membentuk konsorsium yang beranggotakan BPPT, Kemhan dan TNI AU sebagai pengguna, ITB sebagai mitra perguruan tinggi, PT Dirgantara Indonesia sebagai mitra industri pembuatan pesawat, serta PT LEN (Persero) yang mengembangkan sistem kendali dan muatan.

Program unggulan Male Kombatan sengaja dirancang untuk memperkuat terjadinya transfer teknologi kunci serta menghidupkan industri nasional pendukung Tier 2, Tier 3 dan seterusnya.

Program Male Kombatan ini disinergikan dengan proses pengadaan yang tengah berlangsung di Kemhan,  tentunya untuk dapat memaksimalkan manfaat dari proses tersebut.


Belajar dari Aksi Drone 'Pencabut Nyawa' ala Trump ke IranIlustrasi drone. (Foto: northropgrumman.com)

Industri Pertahanan Baru

Muaranya adalah pembangunan industri pertahanan baru yang akan berdampak pada peningkatan pergerakan roda perekonomian nasional.

Catatan penting dari semua proses ini adalah terkait kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang harus diposisikan sebagai kebijakan strategis.

Tentunya kebijakan ini harus dijalankan secara konsisten untuk menghasilkan teknologi kunci pendukung Male seperti teknologi-teknologi Flight Control System yang mampu untuk Auto Take-Off Auto Landing (ATOL), Mission System, Weapon-platform integration dan Teknologi Komposit, Radar SAR. Selain itu juga mampu untuk menjalankan Inertial Navigation System (INS), Electro-Optics Targeting System (EOTS) serta Guidance System.

Ingat, teknologi kunci itu tidak diberikan oleh negara maju, sehingga penguasaan di industri pendukung tentunya harus diupayakan sendiri.


Khusus untuk Elang Hitam versi Kombatan, sebaiknya konsorsium mengajak pemain industri pertahanan lokal seperti Pindad dan Dahana untuk mulai memikirkan rudal yang ideal bagi drone ini.

Pengembangan Elang Hitam ini tentunya membutuhkan dukungan dari semua pemangku kepentingan di sektor transportasi dan pertahanan agar produk ini benar-benar bisa memberikan efek nilai tambah bagi perekonomian, penguasaan teknologi, dan ketahanan nasional.

Tentunya, kondisi geopolitik yang cepat berubah membutuhkan Elang Hitam segera terbang tinggi mengangkasa. (asa)

Let's block ads! (Why?)



"teknologi" - Google Berita
January 11, 2020 at 12:07PM
https://ift.tt/2TffLGy

Belajar dari Teknologi Drone Pencabut Nyawa ala Trump ke Iran - CNN Indonesia
"teknologi" - Google Berita
https://ift.tt/2oXVZCr

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Belajar dari Teknologi Drone Pencabut Nyawa ala Trump ke Iran - CNN Indonesia"

Post a Comment

Powered by Blogger.